Celotehan Awal Tahun

Memasuki minggu ke-3 bulan Januari, semoga masih termasuk awal tahun ya. Hampir satu semester nggak nulis di blog dan hari ini memutuskan untuk kembali berceloteh. Kalau cerita tentang 2022, bisa dibilang tahun “penerimaan” buatku karena aku sudah mulai perlahan-lahan berdamai dengan diriku sendiri. Dibanding tahun 2021 yang penuh dengan penyangkalan, tahun 2022 memberikanku pemahaman untuk lebih memaklumi apa-apa yang terjadi padaku. Entah karena aku yang sudah mulai bodo amat atau karena aku yang sudah semakin dewasa (?). Quarter life crisis memang nyata adanya dan masa transisi ini begitu mengoyak pertahanan diri dari banyak sisi kehidupan. Namun, seiring berjalannya waktu memaksaku untuk belajar melemaskan ego dan membuka ruang penerimaan lebih luas. Ternyata, banyak kejadian yang memberikanku cara pandang baru ketika aku nggak terburu-buru menyimpulkan, Di tulisan ini, aku akan coba menguraikan beberapa hal yang aku pelajari nggak cuma pada tahun 2022, tapi juga termasuk tahun-tahun sebelumnya.
Ketika Satu Pintu Tertutup, Maka Pintu Lain akan Terbuka
Mungkin ini klise dan sering kita dengar, tapi pada prakteknya tidak semudah itu. Dalam memaknai kalimat sederhana ini, bagi aku pribadi penuh dengan gejolak rasa. Sebagai manusia, tentu aku juga memiliki keinginan. Dari sekian banyaknya keinginan, sebagian besar tidak dapat ku raih. Saat hal itu terjadi, tentu wajar bagiku merasa gagal, sedih, kecewa, sesekali sedikit marah. Terkadang, merasa tak adil. Tapi, yang sudah terjadi ya terjadi. Tidak bisa diubah. Saat hal itu terjadi, mau seperti apa reaksi kita tidak mengubah apapun. Aku banyak menghabiskan energi untuk meratapi hal-hal yang tidak ku dapatkan, karena terlalu sibuk dengan hal itu, aku lupa bahwa ada banyak hal lain yang lebih baik ada di depanku. Tetapi, untuk bisa melihat hal-hal baik itu kita harus bisa “menutup” terlebih dahulu pada hal-hal yang tidak bisa didapatkan. Aku memaknai “menutup” disini sebagai sebuah penerimaan. Untuk bisa menerima, seseorang harus memiliki hati yang lapang. Jika masih ada sebersit kekecewaan disana, artinya belum sepenuhnya menerima. Hal yang ajaib justru datang ketika kita melepaskan, banyak hal baik yang datang dari arah yang tidak terduga.

Photo by Christian Stahl on Unsplash
Tidak Perlu Sempurna Saat Awal Mencoba
Sebagai orang yang lumayan perfectionist, seringkali aku tidak mau mencoba sebelum merasa “sempurna”. Nyatanya, di dunia ini tidak ada yang benar-benar sempurna. Semua orang adalah amatir pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu mereka berproses. Proses itu yang membuat sesuatu yang awalnya mentah menjadi matang. Aku akui segala sesuatu memang butuh persiapan, jika dirasa sudah yakin dengan persiapan tersebut maju saja. Banyak dari kita yang takut gagal, karena sejak kecil kita lebih sering dikenalkan dengan kemenangan. Padahal, kegagalan juga bagian dari proses menuju kemenangan. Maka, berterima kasihlah kepada dirimu yang berani untuk mengakui ketidaksempurnaan dan menerima kegagalan. Lebih baik gagal daripada tidak pernah mencoba memang benar adanya. Ketika gagal, kita mendapatkan pelajaran baru sedangkan ketika kita tidak pernah mencoba kita tidak mendapatkan apa-apa.

Photo by Venti Views on Unsplash
Kisah Masa Lalumu adalah Bagian dari Pendewasaan
Seringkali kita merasa tidak bisa melangkah karena cerita masa lalu yang belum kita tutup. Sejatinya, setiap manusia tentu pernah berbuat salah. Tetapi, tidak semua orang mau bertanggung jawab. Ketika kesalahan masa lalu menyadarkanmu untuk berubah menjadi lebih baik dan bertanggung jawab atas kesalahan yang pernah kamu perbuat, sebenarnya itu termasuk sebuah penebusan. Berubah dan bertumbuh merupakan proses pendewasaan manusia, mungkin dulu kita banyak tidak paham sehingga terburu-buru dalam mengambil sikap. Mungkin dulu kita mengedepankan emosi sehingga hubungan antar manusia menjadi tak seimbang. Tetapi dimasa sekarang, kita berhak untuk berubah. Kita berhak untuk mengubah sikap menjadi lebih baik karena kita telah mendapatkan banyak pelajaran dimasa lalu. Tak ada yang berhak menghakimi masa lalu seseorang. Your past doesn’t define you.

Photo by Markus Spiske on Unsplash
Berdialog dengan Diri Sendiri, Mendengarkan Isi Hati
Seringkali kita terlalu sibuk memikirkan pendapat orang lain, sampai lupa bertanya kepada diri sendiri. Kita terlalu sibuk menyenangkan banyak orang, sampai lupa untuk menyenangkan diri sendiri. Kita memprioritaskan apa yang orang lain inginkan, sampai lupa dengan apa yang kita inginkan. Tanpa kita sadari, kita menjadi kehilangan diri kita sendiri. Tidak ada salahnya sesekali berdialog dengan diri sendiri, bertanya apa hal yang ia ingin lakukan? Apakah dia sakit hati atas umpatan yang tak sengaja kita katakan? Sejauh mana dia bertahan selama ini tanpa adanya apresiasi? Seperti layaknya kita bersikap kepada orang lain tentu kita ingin mempersembahkan yang terbaik dan tak ada salahnya bersikap sama untuk diri kita. Sayangilah diri kita karena sudah bertahan sejauh ini.

Photo by Jackson David on Unsplash
Ciptakan Ruangmu Sendiri
Menurutku, ketika kita dilahirkan ke bumi tentu Tuhan telah mempersiapkan satu atau beberapa tempat untuk kita. Jika kamu tak juga menemukan tempatmu, maka ciptakan tempatmu sendiri. Aku pernah merasa kesal karena tak kunjung menemukan tempatku, tapi setelah ku pikir-pikir jika memang tak ada tempat yang cocok denganku mengapa tidak aku buat sendiri saja? Tentu, hal ini juga butuh waktu dan tidak perlu terburu-buru. Nikmati perjalanannya, temukan banyak hal baru disana.

Photo by Roberto Nickson on Unsplash
Milikilah Prinsip
Satu hal yang aku pegang teguh dari dulu adalah soal prinsip. Mungkin secara kasat mata tak terlihat, tetapi di dalam diri aku akan mempertahankan apa yang menjadi prinsipku. Pernah suatu ketika, aku harus meninggalkan hal yang aku sukai karena hal tersebut tidak sesuai dengan prinsipku. Pada awalnya, aku merasa sangat kecewa dan gagal. Tetapi ketika aku mengingat bahwa ada hal yang lebih besar yang sedang aku pegang, aku kembali tersadar bahwa tidak ada yang salah ketika aku memutuskan hal tersebut. Kita tak pernah tahu seberapa besar arus yang akan kita hadapi, jangan sampai hanyut dan terombang-ambing hanya karena hal tak memiliki pegangan yang pasti.

Photo by Clément Falize on Unsplash
Setiap Orang Memiliki Waktunya
Selamat memasuki babak pembelajaran tanpa batas, berapapun usia kita tidak ada kata terlambat. Aku tidak suka membatasi ruang untuk belajar hanya karena masalah usia. Semua orang berhak untuk belajar kapanpun mereka mau. Dulu, aku sempat bertanya-tanya mengapa orang usia mendekati 40 tahun baru belajar bermain gitar? Nyatanya, setelah usiaku semakin bertambah, aku menyadari bahwa ada hal-hal yang dulu tak bisa ku dapatkan karena semua serba terbatas salah satunya faktor biaya. Ketika aku sudah berpenghasilan sendiri, aku baru mampu untuk mempelajarinya. Inilah yang membuatku tersadar bahwa tak ada batas waktu untuk mempelajari sesuatu. Tidak ada kata tertinggal, karena setiap orang memiliki waktunya. Mungkin kita pernah melihat artis yang dulu sangat terkenal tetapi sekarang sudah meredup dan digantikan dengan artis muda lainnya. Pergantian waktu itu nyata, seperti pagi menjadi siang, siang menjadi sore, sore menjadi malam. Hal yang perlu kita lakukan adalah tetap bertahan dan mempersiapkan yang terbaik. Akan ada waktumu untuk bersinar.

Photo by Carlos on Unsplash
….
Hidup tak pernah bisa ditebak, sesekali dia memberikan kejutan yang begitu manis dan terkadang mematahkan yang hampir tumbuh. Kalau film, semakin banyak plot twist semakin membuat orang penasaran dan menonton sampai habis. Ya, kalau hidup nggak ada plot twist pasti bosen dan nggak berwarna kan? Selamat menjalani hari-hari penuh kejutan, semoga tahun 2023 menjadi tahun keberuntungan untuk kita 😊
-Tantri DP-
Featrued Image: Photo by Aakash Dhage on Unsplash